Anggaplah sebuah negara baru merdeka kita namakan Elingnesia. Setelah merdeka PBB, Bank Dunia dan IMF memastikan kalau Elingnesia untuk mengunakan uang kertas dengan pilihan mengunakan mata uang sendiri atau mengunakan mata uang yang menginduk pada negara yg pernah menguasainya dan menentang pengunaan mata uang seperti emas dan perak.
Dengan otoritasnya Pemerintah Elingnesia menunjuk sebuah bank sentral dari sisa bank yang ada. Dulu namanya Katro Bank, di ubah jadi Bank Sentral Elingnesia disingkat dengan BSE.
BSE bekerjasama dengan perusahaan multinasional yg mencetak uang kertas.
Karena masih lugu pemerintah Elingnesia menyerahkan 200 ton emas yg merupakan aset pemerintah ke BSE dan setiap satu Eling Duit atau ED di jamin 0.001 gr emas.
Akhirnya dicetaklah uang ED dengan pecahan 1,2,5,10,20,50,100 ED dan pecahan 10, 20, 50 sen ED dengan total 10 milyar ED biaya percetakan senilai 2 sen ED perlembar.
ED elingnesia disebar, pemilik emas batangan yg menyerahkan emas batangan milik mereka ke pemerintah mendapatkan ganti sebesar emas yang disetorkan pada pemerintah dipotong biaya cetak dan pajak 10 persen.
Nah, pada hari tersebarnya uang kertas ED mulailah berbagai transaksi keuangan terjadi mulai dari jual beli, sewa menyewa dan sebagai. Bahkan warga elingnesia menyerahkan emas mereka untuk ditukar dengan ED.
Sepuluh tahun berlalu, sudah sepuluh kali ED dicetak. Sudah 1000 ton jaminan emas di BSE dan 100 milyar uang beredar di warga elingnesia. Mana mata uang yg rusak diganti dan dimusnahkan oleh BSE kemudian dicetak ulang pada cetakan tahun berikutnya.
Selama sepuluh tahun itu pula negara Elingnesia stabil tanpa inflasi dan rakyat taat pada pemerintah dimana pajak yg ditetapkan pemerintah tidak begitu menyusahkan rakyat.
Sementara itu negara tetangga bergejolak karena krisis ekonomi dan inflasi.
Melihat perkembangan Elingnesia yg nyaman saja tanpa impor namun banyak ekspor ke negara tetangga melalui barter membuat World Bank geram karena tidak sekalipun Elingnesia meminjam uang pada World Bank.
Mulailah Agen Worldbank bermain, menawarkan pinjaman berbunga lunak pada pemerintah Elingnesia dan pemerintah menolak dengan halus karena mereka dapat mengurus negara mereka secara mandiri.
Kebetulan tahun kesepuluh ini ada pemilihan umum untuk menggantikan para senator yg lama begitu juga presiden.
Bagaimana anda mendapatkan uang kertas anda...?? (Bagian Kedua)
Cerita ini akan dibagi atas dua part karena tidak ada ruangan lebih yg disediakan oleh fesbuk untuk semua kisah.
Agen World bank dan berbagai agen asing yg ingin merusak kedamaian elingnesia membiayai kampanye para calon senator dan presiden yg punya potensi menguntungkan mereka. Dengan berbagai pencitraan maka pemilihan berlangsung tenang dan damai namun kecurangan dimulai seperti pengelembungan suara.
Akhirnya menjelang tahun ke sebelas senator dan presiden yg condong pada World Bank terpilih sebagai pemimpin baru. Dan tahun baru kesebelas merupakan bencana bagi Elingnesia.
Awal tahun pemerintah baru menerbitkan uang senilai 10 milyar ED kembali, namun tidak menyetorkan jaminan 100 ton emas ke BSE ternyata sebelum tahun baru pemerintah Elingnesia meminjam pada World bank dalam bentuk dolar yg kemudian dikonversi menjadi ED Elingnesia.
World bank mengirimkan sekian dolar kalau dikonversi jadi 10 milyar ED dengan perjanjian bunga lunak setahun 20% (ternyata di tahun depan pinjaman dan bunganya akan berbunga lagi) dan Worldbank tidak masalah bunga dibayar dengan sumber daya alam Elingnesia yang melimpah atau meningkatkan pajak rakyat.
Diam2 para senator yg menyetujui peminjaman dan presiden mendapatkan komisi dari world bank. Kekayaan mereka bertambah namun mereka sadar bangsa ini dirugikan. 10 milyar ED utangan tersebar dimasyarakat.
Rupanya selama lima tahun pemerintah terus berhutang dan berhasil membayar bunga pinjaman namun tidak berhasil membayar pokok pinjaman. Sehingga akhir periode terhutanglah bangsa ini 50 milyar pada bank dunia.
Rupanya tahun keenam belas, world bank minta pokok hutang dibayar setengahnya. Dan mau tidak mau 500 ton emas diserahkan untuk melunasi hutang.
Kemudian pemerintah berbangga diri berhasil membayar hutang separohnya padahal cadangan emas di BSE yg diserahkan pada world bank.
Rupanya rakyat belum merasakan kesengsaraan dan pemerintahan masih hati2 walaupun komisi jalan terus.
Tahun kedua puluh world bank ikut campur dalam pemilihan senator dan presiden, tapi memilih calon yg lebih bodoh, serakah dan mudah dikendalikan.
Bersamaan dengan itu cadangan emas elingnesia sudah habis di bank central sementara uang yg beredar sudah 200 milyar dan negara sudah bebas dari hutang.
Pada awal pemerintahan baru, Elingnesia sudah bangkrut, tidak ada cadangan emas lagi tapi 200 milyar uang masih terus beredar.
Pemerintahan baru Elingnesia terbilang nekad dan meminjam 1 triliyun ED elingnesiadan dicetak lagi satu triliun ED lagi yg sebagian besarnya berada ditangan elit politik. Maka uang sebanyak itu dihabiskan untuk membangun infrastruktur dan sebagainya sehingga elingnesia menjadi negara mentereng dan bersaing dengan luar negeri.
Malangnya, negara gagal bayar hutang selama sepuluh tahun dan mereka terus meminjam satu triliun setiap tahu. satu persatu sumber daya alam mulai dicaplok world sebagai pembayaran bunga hutang.
Sementara itu dalam duapuluh tahun uang sudah beredar 10,2 triliun sementara hutang pokok 10 triliyun.
Mulai tahun ketigs puluh rakyat mulai tercekik, harga barang terus naik setiap tahunnya jika awal kemerdekaan mereka hanya membayar 1 Ed dapat beli satu kilo beras sekarang malah 300 ED.
Para ahli menyebut inflasi meningkatkan 1000 persen selama 30 tahun. Inflasi mulai terjadi ditahun kesebelas.
Ketika Elingnesia merayakan 50 tahun dengan muram, bersamaan dengan hancurnya ekonomi dunia ekonomi elingnesia babak belur. Uang-uang ED tidak ada gunanya, dolarpun tidak ada gunanya. Mereka tidak mau menukarkan beras mereka kecuali dengan sepuluh butir telur untuk sekilo beras.
Elingnesia tidak dapat membanggakan diri lagi, sumber daya alamnya sudah habis dikeruk, sebagian pulaunya menjadi milik asing dan pulau yg lain menjadi milik asing.
Penduduk pribumi semakin tersingkir, genosida terhadap pribumi oleh pribumi dan asing selalu terjadi dengan dalih radikalisme, terorisme, pemberontakan atau alasan yg dibuat agar pribumi habis dan asing mengantikannya.
Jika mereka tidak terkena genosida, maka mereka hidup miskin mengelandang. Yg beruntung mereka memiliki harta berupa tanah yg bisa mereka olah sendiri untuk ditanami untuk kebutuhan mereka dan sebagian dibarter dengan yg lain.
Diam-diam sebagian pribumi masih bertahan, mereka membentuk benerapa komunitas tertentu sejak awal kemerdekaan yg secara sembunyi2 menolak mengunakan uang dan kertas tapi mengunakan emas dan perak dimana nilainya cenderung tetap.
Mereka bertani, hidup berkecukupan namun diam2 bertransaksi dengan emas dan perak.
Keberadaan mereka terabaikan, karena dulu mereka memang dianggap komunitas aneh yg menolak perubahan zaman dan hidup berkecukupan walaupun tanpa listrik dan teknologi. Namun pendidikan dan pengetahuan mereka tidak sederhana yg dapat membuat komunitas-komunitas mereka dapat bertahan dengan cara mereka sendiri.
Mungkin cerita ini adalah dongeng pendek bagi kalian atau mungkin lelucon konyol. Tapi kalian harus tahu. Semua negara mengalami hal ini termasuk negara kita.